Pemprov Sumsel Diminta Perketat Pengawasan MBG Usai Temuan Kasus 296 Siswa Alami Keracunan

Laporan: TIA

 

KOTA PALEMBANG, BS – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan diminta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program Menu Makan Bergizi Gratis (MBG), menyusul terjadinya kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa di enam kabupaten dan kota.

 

Hingga Jumat 26 September 2025 tercatat sebanyak 296 siswa menjalani perawatan di berbagai fasilitas kesehatan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.

 

Dugaan sementara, insiden ini dipicu oleh lemahnya standar higienitas serta kurangnya pengawasan distribusi pangan di lapangan.

 

“Rantai distribusi makanan masih menjadi titik rawan. Banyak pelaku usaha yang belum memahami pentingnya higiene pangan, dan standar kebersihan juga belum seragam di setiap daerah,” ujar Pejabat Otoritas Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumsel, Jafrizal dalam keterangan yang diterima, pada Jum’at (26/09/2025).

 

Ia mengatakan kelemahan utama justru terletak pada aspek operasional di lapangan, bukan pada kebijakan program itu sendiri.

 

Menurutnya, pengawasan selama ini lebih banyak bersifat administratif daripada substantif karena keterbatasan sumber daya dan anggaran.

 

“Jika dilakukan pengawasan berbasis risiko dengan audit berkala serta penindakan tegas, seharusnya insiden seperti ini dapat dicegah,” katanya.

 

Ia menilai program MBG memiliki misi mulia dalam menyediakan pangan bergizi dan terjangkau bagi pelajar.

 

Namun, realisasi program harus dibarengi dengan tata kelola yang baik, termasuk penerapan standar sertifikasi pangan.

 

Ia menekankan pentingnya penggunaan sertifikat resmi seperti Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk produk asal hewan, Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), serta Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) untuk industri rumah tangga dan pelaku UMKM pangan.

 

“Sertifikasi tersebut sangat penting untuk memastikan keamanan pangan dari hulu ke hilir,” tuturnya.

 

Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah membentuk jejaring respon cepat di setiap daerah untuk menangani kejadian luar biasa seperti keracunan massal.

 

Ia juga menyarankan adanya integrasi teknologi digital dalam sistem pelaporan dan pemantauan pangan.

 

“Edukasi publik juga harus digencarkan. Jangan hanya isu keracunan yang viral, tetapi juga pesan-pesan tentang pentingnya keamanan dan higienitas pangan,” pungkasnya.